Kamis, 14 Januari 2010

Rizki datangnya dari Allah SWT (Rizki antara Taqdir dan Usaha)

Rizki tidak identik dengan pemilikan, sebab rizki adalah pemberi­an. Dalam bahasa Arab Razaqa berarti A'tha, yaitu memberikan sesuatu. Sedangkan yang dinamakan pemilikan adalah penguasaan terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh harta yang diperbolehkan syara'. Rizki dapat berupa rizki halal ataupun haram; tetapi kedua duanya dinamakan rizki juga. Misalnya, harta yang diperoleh seorang pekerja sebagai upah kerjanya. Begitu pula harta yang diperoleh seorang penjudi dari perjudian yang dilakukannya. Semuanya adalah harta yang diberikan Allah SWT kepada kedua orang itu, tatkala mereka memeras tenaganya dalam mengusahakan suatu pekerjaan yang biasanya dapat mendatangkan rizki.
Banyak orang yang menyangka bahwa mereka sendirilah yang memberikan rizki untuk dirinya. Sebagai contoh seorang pegawai yang menerima gaji tertentu karena telah menguras tenaganya, menyangka bahwa dialah yang mendatangkan rizki kepada dirinya sendiri. Dan tatkala orang itu mendapatkan kenaikan gaji karena bekerja lebih keras atau karena memang berusaha memperoleh kenaikan gaji, dia pun menyangka bahwa dirinyalah yang mendatangkan rizki itu (berupa kenaikan gaji).

Seorang pedagang yang memperoleh keuntungan dari usahanya menyangka pula bahwa dialah yang mendatangkan rizki bagi dirinya sendiri. Demiki­an juga dengan seorang dokter yang mengobati pasien lalu menerima upah, menyangka bahwa ia memberikan rizki kepada dirinya sendiri, dan lain sebagainya. Banyak orang menyangka demikian karena mereka belum memahami hakekat "keadaan" (usaha) yang dapat mendatangkan padanya rizki. Sehingga mereka menyangka usahanya itu sebagai sebab (datangnya rizki).
Seorang muslim meyakini dengan pasti bahwasanya rizki itu berasal dari sisi Allah SWT, bukan berasal dari manusia. Dan bahwasa­nya setiap keadaan (usaha) yang biasanya mendatangkan rizki tidak lain adalah kondisi tertentu yang berpeluang menghasilkan rizki. Tetapi ia bukan merupakan sebab datangnya rizki. Apabila usaha dianggap sebagai sebab, maka setiap usaha pasti akan menghasilkan rizki. Padahal kenya­taannya tidak demikian. Kadang-kadang "keadaan" (usaha) itu ada diupa­yakan, tetapi rizki tidak datang. Ini menunjukkan bahwa usaha bukan merupakan sebab, melainkan hanya berupa "cara/usaha" untuk mempero­leh rizki.
Disamping itu tidak mungkin kita menganggap bahwa "keadaan/ usaha" yang biasanya dapat mendatangkan rizki, adalah sebab untuk mendatang rizki. Demikian juga tidak bisa dikatakan bahwa orang yang mengupayakan suatu usaha, dialah yang mendatangkan rizki pada dirinya sendiri melalui usaha tersebut, sebab pengertian ini bertentangan dengan nash-nash Al Quir'an yang qath'i, baik ditinjau dari dalalahnya (penunju­kannya maknanya) dan tsubutnya (sumbernya). Dan apabila setiap sesuatu (pengertian) bertentangan dengan nash yang qath'i, baik dalalahnya maupun sumbernya maka harus dipilih nash yang qath'i, kemudian mengambilnya dan menolak selainnya. Banyak ayat-ayat Al Qur'an yang menunjukkan dengan keterangan yang jelas dan gamblang serta tidak dapat menerima ta'wil lain bahwasanya rizki adalah semata-mata dari sisi Allah SWT, bukan berasal dari manusia.
Semua yang dijelaskan tadi memberi kepastian kepada kita bahwa­sanya apa yang kita saksikan berupa sarana atau cara yang dapat menda­tangkan rizki, maka hal itu semata-mata adalah berupa "cara (usaha/kea­daan)" yang dapat mendatangkan rizki. Allah SWT berfirman:


"(Dan) makanlah dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu"
(QS Al Maidah: 88).

"Allahlah yang menciptakan kamu, kemudan memberikan rizki"
(QS Ar Ruum: 40).

"Nafkahkanlah sebagian rizki yang diberikan Allah kepadamu"
(QS Yaasiin: 47).

"Sesungguhnya Allah memberikan rizki kepada siapa yang dike­hendakiNya" (QS Ali Imran: 37).

"Allahlah yang memberi rizki kepadanya dan kepadamu"
(QS Al Ankabuut: 60).

"Kamilah yang memberi rizki kepadamu" (QS At Thaha: 132)

"Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka"
(QS Al An'aam: 151).

"Kamilah yang akan memberi rizki pada mereka dan kepadamu"
(QS Al Israa': 31).

"Benar-benar Allah akan memberi rizki kepada mereka"
(QS Al Hajj: 58)

"Allah meluaskan rizki kepada siapa yang dikehendakiNya"
(QS Ar Ra'ad: 26)

"Maka mintalah rizki itu dari sisi Allah" (QS Al Ankabuut: 17)

"(Dan) tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rizkinya" (QS Huud: 6)
"Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rizki"
(QS Ad Dzariyat: 58)

Ayat-ayat tersebut diatas begitu pula ayat-ayat lain yang amat banyak jumlahnya penunjukan maknanya bersifat qath'i, tidak terkandung di dalamnya kecuali makna yang satu dan tidak mempunyai ta'wil yang lain, bahwasanya rizki semata-mata berasal dari sisi Allah bukan dari yang lain.
Meskipun demikian Allah SWT telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk berupaya melakukan berbagai macam pekerjaan setelah diberikan (oleh Allah) pada diri mereka kesanggupan untuk memilih dan melaksanakan cara/usaha yang biasanya mendatangkan rizki. Merekalah yang harus mengusahakan segala bentuk cara/usaha yang dapat menghasil­kan rizki dengan ikhtiar mereka, akan tetapi bukan mereka yang menda­tangkan rizki, sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat-ayat diatas. Bahkan hanya Allahlah yang memberikan rizki kepada mereka dalam berbagai keadaan/cara, tanpa memandang apakah rizki itu halal ataukah haram, dan tanpa melihat apakah cara/usaha itu termasuk suatu hal yang dibolehkan, diharamkan atau diwajibkan oleh Allah. Begitu juga tanpa memandang apakah dengan usaha/cara itu dapat menghasilkan rizki atau tidak.
Walaupun begitu Islam telah menjelaskan tata cara mana bagi seorang muslim diperbolehkan dan mana yang dilarang mengusahakan usaha/cara yang dapat mendatangkan rizki. Dalam hal ini Islam menjelas­kan sebab-sebab pemilikan, bukan sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki, dan membatasi pemilikan dengan sebab-sebab yang telah ditentukan. Tidak boleh seorangpun berhak memiliki suatu rizki kecuali dengan sebab-sebab yang telah ditentukan oleh syara', karena hal itu merupakan rizki yang halal. Selain itu ada rizki yang haram, walaupun semuanya (baik rizki yang halal maupun yang haram) berasal dari sisi Allah SWT.

1 komentar:

  1. Halo, aku Magret Spencer, pemberi pinjaman uang pribadi,

    apakah Anda dalam utang? Anda perlu dorongan keuangan?

    Saya telah didaftarkan dan disetujui. Aku memberikan

    pinjaman kepada reputasi dan tingkat individu Tersedia

    dalam 2%. Aku memberikan pinjaman kepada lokal dan

    internasional untuk semua orang yang membutuhkan

    pinjaman, dan dapat membayar kembali pinjaman, di

    seluruh dunia. Aku memberikan pinjaman melalui transfer

    rekening atau cek bank juga mendukung. Tidak memerlukan

    banyak dokumen. Jika Anda ingin mendapatkan pinjaman

    dari reputasi kami.
    Anda dapat menghubungi kami melalui Email:

    magretspencerloancompany@gmail.com

    BalasHapus