Selasa, 12 Januari 2010

cerita ( Tips pindah kuadran dari karyawan ke pengusaha)

Saya sering menerima e-mail yang menanyakan persiapan dan langkah2 perpindahan profesi dari karyawan menjadi pengusaha, suatu pertanyaan yang memang lazim apabila ingin pindah kuadran.

Saya hanya dapat sharing intisari apa yang sudah saya alami sendiri kepada rekan2 yang mengirim e-mail tersebut.

Saya selalu kedepankan langkah2 "negatif" yang sudah saya jalani, agar langkah tersebut dihindari atau paling tidak diminimalkan risikonya.

Langkah pertama "negatif" yang telah saya jalani dan nyaris fatal, yakni saya tidak menyiapkan mental/mindset entrepreneur secara serius, sehingga pemahaman tentang entrepreneurship nyaris "nol".

Pada waktu itu persepsi saya tentang bisnis adalah identik dengan modal (baca: duit, uang), jadi apabila punya simpanan/tabungan uang yang cukup... bisnis bisa diciptakan dengan mudah (ini adalah salah satu kelemahan mindset saya karena puluhan tahun jadi karyawan : serba instant dan tinggal "klik" langsung beres semuanya...).

Pembelajaran yang efektif dan media yang pas untuk pindah kuadran adalah menjadi "amphibi" terlebih dahulu, yakni perangkapan profesi sebagai karyawan dan sebagai pengusaha.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama menjalani "proses" menjadi amphibi antara lain :

1. Pemilihan jenis usaha yang penanganan operasionalnya tidak "full day". Misalkan warung makan / toko kelontong / angkringan yang operasionalnya di sore/malam hari, atau jenis usaha yang sedang nge-trend saat ini : on line store, web development, etc..

2. Sangat dianjurkan untuk memulai bisnis dalam skala kecil dahulu, agar risiko bisnis dapat diminimalkan dan mudah dikelola. Jadi apabila terjadi hal yang paling buruk (bangkrut) dapat memulai bisnis baru lagi, tentunya dengan mengambil pelajaran yang bisa dipetik dari bisnis terdahulu yang gagal.

3. Usahakan setiap hari "menyentuh" langsung bisnis tersebut, karena setiap hari akan dijumpai problema nyata dunia bisnis dan dapat segera mengambil keputusan untuk mengatasi problema tersebut.

4. Carilah mentor (praktisi bisnis yang sudah mempunyai "jam terbang") yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan ikhlas memberikan jurus2 saktinya dalam berbisnis.

Berbahagialah anda yang sudah menjadi anggota milist komunitas TDA (Tangan Di Atas), mayoritas anggotanya yang sudah pengusaha selalu siap menjadi mentor bisnis dan selalu mengedukasi entrepreneurship kepada siapa saja yang berminat menjadi pengusaha.

5. Bagi yang sudah berumah tangga : sebelum terjun menjalani proses amphibi, diskusikan dan mohon doa restu kepada isteri/suami tentang dream/passion tersebut. Sampaikan dengan transparan faktor2 positif yang akan diraih serta faktor2 negatif yang mungkin akan terjadi.

Transparansi akan membuat relasi pasutri menjadi kokoh, terlebih di saat mengalami problema bisnis... beban terasa enteng dan siap maju perang lagi.

6. Pendanaan (modal) awal bisnis diusahakan dari "dana sendiri", atau berupa pinjaman lunak (tidak dikenakan biaya bunga, tetapi memakai sistem bagi hasil) dari keluarga dekat / sahabat karib yang sudah saling mengenal pribadi secara baik.

7. Faktor sulit dalam proses menjadi amphibi adalah "management waktu dan pikiran". Disinilah faktor mindset/spirit/mental akan diuji, karena nyaris setiap hari akan merasakan : tidak nyaman, sulit, malas, dikejar target, progres jalan di tempat, tergoda "comfort zone" karyawan, ingin cepat sukses... dan segudang rasa tidak nyaman lainnya !!!

Point tersebut di atas merupakan "proses" pembelajaran merubah mindset, dari zona aman menjadi zona bebas, sekaligus pengenalan awal profesi entrepreneurship... profesi yang setiap hari harus belajar dan belajar... profesi yang harus selalu siap setiap saat untuk menghadapi perubahan...

Last but not least... apabila proses menjadi amphibi berjalan dengan sukses (dan saya yakin di perjalanannya pasti dijumpai rintangan !)... bersiaplah menjadi pengusaha yang tangguh dan tahan uji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar