Allah berfirman :
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS.Al A'raaf:96-99)
Dari ayat diatas, Al Quran telah menyebutkan bahwa kesejahteraan dan kemakmuran suatu negeri tergantung pada penduduknya. Jika penduduknya beriman dan bertaqwa, maka Allah akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Dan jika mereka ingkar, maka Allah akan mengadzab mereka dengan berbagai adzab(musibah) karena kesalahan mereka sendiri.
Melihat persentase penduduk muslim Indonesia yang mencapai 85,1% dari seluruh penduduk Indonesia, maka mereka sangat berperan sekali dalam memakmurkan negeri ini, jika sebagian besar mereka, beriman dan bertaqwa sesuai yang dimaksudkan dalam QS.Al A'raaf:96-99 maka Allah akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi.
Pertanyaannya sekarang, apa kriteria atau standart disebut sebagai orang yang beriman dan bertaqwa yang benar sesuai dengan ayat diatas?
Kita tidak boleh mengatakan dengan tanpa dasar dari Al Quran sendiri bahwa dari kelompok-kelompok islam(organisasi islam) yg ada di Indonesia, salah satu dari mereka yang benar. Kita harus mengembalikan pertanyaan ini ke dalam kandungan ayat-ayat Al Quran. Karena ternyata orang-orang yang beriman, bertaqwa, orang yang benar, beruntung telah disebutkan dalam Al Quran dan dijelaskan secara jelas dalam Al Quran serta dipertegas lagi dalam beberapa hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam. Bahkan mereka bukan fiktif(tidak pernah ada), mereka pernah hidup didunia ini, merekalah para sahabat Rasulullah, yang diridhoi oleh Allah, disebutkan sebagai ummat terbaik yang pernah dilahirkan untuk manusia, dan kepada mereka, Allah telah menjanjikan mereka masuk surgaNya.
Berikut kami cantumkan dalil-dalil tentang kemuliaan mereka.
QS.Al Fath:10
"Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia(para sahabat) kepada kamu(Muhammad) sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu(adzab) akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar."
Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Muhammad adalah utusan Allah beserta orang-orang yang bersamanya adalah bersikap keras kepada orang-orang kafir dan saling menyayangi sesama mereka. Engkau lihat mereka itu ruku' dan sujud senantiasa mengharapkan karunia dari Allah dan keridhaan-Nya." (QS. Al Fath:29).
"Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin(para sahabat) tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan setan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa."(QS. Al Fath:12)
Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Bagi orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri mereka dan meninggalkan harta-harta mereka karena mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Sedangkan orang-orang yang tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh terhadap apa yang mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan." (QS. Al Hasyr : 8-9)
Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Bai'atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat." (QS. Al Fath : 18)
Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Dan orang-orang yang terlebih dulu (berjasa kepada Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha mepada Allah. dan Allah telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar." (QS. At Taubah : 100)
Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Pada hari dimana Allah tidak akan menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya(para sahabat). Cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka." (QS. At Tahrim : 8) (lihat Al Is'aad, hal. 77-78)
Begitu banyak pujian Allah kepada para sahabat Rasulullah dalam Al Quran menjelaskan dengan tegas dan terang bahwa merekalah orang-orang yang beriman serta bertaqwa standard Al Quran, kepada mereka(para sahabat)dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik(pemahaman aqidah, beragama, cara beragama)dijanjikan surga oleh Allah subhanahu wa ta'ala(lihat QS.At Taubah ayat 100).
Sementara di dalam hadits Rasulullah juga tercantum kemuliaan dan keutamaan para sahabat, yang menyebutkan mereka sebagai generasi terbaik dalam umat beliau. Berikut hadits-hadits tentang kemuliaan para sahabat:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kalian mencela seorang pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya." (Muttafaq 'alaih)
Beliau juga bersabda, "Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi'in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi'ut tabi'in)." (Muttafaq 'alaih)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Bintang-bintang itu adalah amanat bagi langit. Apabila bintang-bintang itu telah musnah maka tibalah kiamat yang dijanjikan akan menimpa langit. Sedangkan aku adalah amanat bagi para sahabatku. Apabila aku telah pergi maka tibalah apa yang dijanjikan Allah akan terjadi kepada para sahabatku. Sedangkan para sahabatku adalah amanat bagi umatku. Sehingga apabila para sahabatku telah pergi maka akan datanglah sesuatu (perselisihan dan perpecahan, red) yang sudah dijanjikan Allah akan terjadi kepada umatku ini." (HR. Muslim)
Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang mencela para sahabatku maka dia berhak mendapatkan laknat dari Allah, laknat para malaikat dan laknat dari seluruh umat manusia." (Ash Shahihah : 234)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Apabila disebutkan tentang para sahabatku maka diamlah." (Ash Shahihah : 24) (lihat Al Is'aad, hal. 78)
Sehingga setelah jelas bahwa yang disebut oleh Allah dalam Al Quran dan dijelaskan dalam Hadits Rasulullah tentang orang-orang yang beriman, bertaqwa, yang dijanjikan masuk surga adalah para sahabat dan dijanjikan pula bagi orang-orang yang mengikuti(mencontoh) mereka dengan baik akan masuk surge pula, maka hanya orang-orang Islam yang tidak waras saja yang menjadikan orang-orang selain para sahabat sebagai contoh atau teladan dalam beragama, karena ini berasal dari kebenaran(dari Kitabullah dan Sunnah), seandainya mereka manusia yang normal dan benar-benar beriman,maka akan menjadikan para sahabat sebagai suri tauladan mereka dalam beragama. Mereka,para sahabat adalah manusia biasa(bukan para Nabi dan Rasul), mereka sama seperti kita semua tetapi cara beragama merekalah yang terbaik diantara manusia biasa yang bisa kita contoh. Hal ini kami ungkapkan karena ada beberapa orang yang mengatakan bahwa kita tidak dapat mencontoh Rasulullah karena beliau adalah seorang Rasul yang dijaga oleh Allah, sementara manusia biasa tidak. Makanya untuk orang-orang yang memiliki pemahaman seperti itu, ketika contoh para sahabat Rasulullah yang diajukan sebagai contoh,maka mereka tidak bisa beralasan lagi. Meskipun sebenarnya contoh umat muslim yang ideal adalah Rasulullah dan para sahabatnya, karena sebenarnya Allah telah memudahkan agama Islam ini sehingga pada dasarnya semua manusia dapat menjalankan seluruh ibadah yang tercantum didalamnya serta dapat menjauhi semua larangan yang tercantum didalam ajarannya.
Ketika kita, masyarakat muslim Indonesia sudah memahami dan mencontoh pemahaman serta cara beragama para sahabat Rasulullah dengan baik maka hal tersebut akan mengantarkan kita sebagai orang yang beriman dan bertaqwa sesuai ayat-ayat Al Quran. Dan ketika banyak dari penduduk muslim Indonesia mencapai keimanan dan ketaqwaan tersebut maka Allah pasti akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi, menjauhkan Indonesia dari berbagai macam bencana alam, serta akan memunculkan dari masyarakat yang beriman tersebut para pemimpin yang amanah, baik akhlaknya, jujur, serta adil. Seperti nasihat yang di sampaikan Rasulullah kepada para sahabatnya yaitu agar mereka bersabar ketika menjumpai penguasa yang dzalim, tidak boleh mencoba menjatuhkan mereka, menghasut orang untuk menurunkan mereka meskipun mereka telah mendzalimi rakyatnya(namun untuk sesuatu hal yang merupakan kemaksiatan kepada Allah dan RasulNya,maka kita tidak boleh mentaatinya). Karena seandainya mereka jatuh, maka akan lahir pemimpin atau pejabat yang dzalim yang lain. Karena adanya pemimpin yang dzalim(dijadikan orang yang dzalim sebagai pemimpin oleh Allah di negeri tersebut) di akibatkan karena dosa-dosa seluruh rakyatnya yang durhaka kepada Allah dan RasulNya, tidak taat dalam menjalankan ajaran agama sesuai Al Quran dan Sunnah. Sehingga cara yang paling baik untuk memunculkan pemimpin yang adil, amanah adalah dengan mendakwahkan kepada seluruh masyarakat tentang pemahaman dan cara beragama yang benar sesuai yang dicontohkan Rasulullah dan para murid beliau yaitu para sahabat.
Jalan keimanan dan ketaqwaan adalah satu jalan lurus tak bercabang, apalagi berbilang. Satu jalan yang ALLAH Subhaanahu wa ta'alaa pun mengatakan sebagai jalan-Nya.:
(Artinya: "Dan bahwasanya inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah jalan ini, dan jangan kalian ikuti jalan-jalan yang banyak, yang akan menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diwasiatkan ALLAH kepada kalian, agar kalian bertaqwa.") (Al An'aam:153)
Dan dihadits Rasulullah juga tercantum bahwa jalan kebenaran ini cuma satu, (Dari Abdullah bin Mas'ud -radhiallahu anhu-, berkata: Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah menggambarkan bagi kami sebuah garis dengan tangannya, kemudian berkata,"Inilah jalan-ALLAH yang lurus." Dan kemudian beliau membuatkan garis-garis lain di sebelah kiri dan kanan garis tadi, kemudian berkata, "Inilah As-Subul (jalan-jalan yang banyak). Tidak satupun dari jalan-jalan itu kecuali ada syaithan yang menyeru kepadanya." Kemudian beliau membaca -(Dan bahwasanya inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah jalan ini, dan jangan kalian ikuti jalan-jalan yang banyak, yang akan menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya).
Sehingga telah jelas bahwa jalan kebenaran ini hanya satu yaitu jalan para Nabi dan Rasul, serta para sahabatnya dan para pengikutnya yang setia memegang teguh ajaran para Rasul tersebut,dan meninggalkan segala hal yang tidak pernah dicontohkan oleh para Rasulnya. Jadi telah jelas, selama cara beragama umat Islam di Indonesia ini tidak mengambil dasar dari Al Quran dan Sunnah atau mengambil dasar yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah dan para sahabatnya, maka tidak akan mencapai keimanan dan ketaqwaan yang diinginkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala.Dengan kata lain jika keimanan dan ketaqwaan yang sesuai dengan Al Quran dan Sunnah tersebut tidak tercapai,maka kemakmuran dan kesejahteraan,kepemimpinan yang adil yang diharapkan seluruh bangsa ini tidak akan pernah terwujud. Karena tidak ada keimanan dan ketaqwaan yang benar selain jalan atau keimanan,ketaqwaan yang telah dicontohkan Rasulullah dan para sahabatnya. Oleh karena itu marilah kita beragama sesuai beragamanya Rasulullah dan para sahabatnya, pemahaman syahadatnya sesuai pemahaman mereka(Rasulullah dan para sahabatnya), sholatnya sesuai sholat Rasulullah, puasa sesuai puasa Rasulullah, zakatnya sesuai bagaimana Rasulullah mencontohkannya, demikian pula haji dan ibadah-ibadah yang lain. Berikut penjelasan tentang tidak bolehnya ada tambahan dalam urusan agama(islam) ini selain yang sudah ada dalam Al Quran dan Sunnah karena agama ini telah sempurna:
Allah subhanahu wa ta`ala berfirman :
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Aku cukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian." (QS. Al Maidah : 3)
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Aku cukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian." (QS. Al Maidah : 3)
Berikut penjelasannya tentang ibadah yang diada-adakan yang akan tertolak:
Penulis: Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari
Ibadah itu pada asalnya haram untuk dikerjakan bila tidak ada dalil yang memerintahkannya. Inilah kaidah yang harus dipegang oleh setiap muslim sehingga tidak bermudah-mudah membuat amalan yang tidak ada perintahnya baik dari Allah maupun Rasulullah.
Nabi kita yang mulia shallallahu 'alaihi wasallam bertutur dalam haditsnya yang agung :
"Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami yang hal tersebut bukan dari agama ini maka perkara itu ditolak."(HR.Bukhari Muslim)
Hadits yang dibawakan oleh istri beliau yang mulia Ummul Mukminin Aisyah radliallahu 'anha ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam shahihnya, pada kitab Ash Shulh, bab Idzaashthalahuu `ala shulhi jawrin fash shulhu marduud no. 2697 dan diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam shahihnya, pada kitab Al Aqdliyyah yang diberi judul bab oleh Imam Nawawi rahimahullah selaku pensyarah (yang memberi penjelasan) terhadap hadits-hadits dalam Shahih Muslim, bab Naqdlul ahkam al bathilah wa raddu muhdatsaati umuur, no. 1718. Imam Muslim rahimahullah juga membawakan lafaz yang lain dari hadits di atas, yaitu :
"Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak"
Hadits ini juga diriwayatkan oleh sebagian imam ahli hadits dalam kitab-kitab mereka. Dan kami mencukupkan takhrijnya pada shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
"Hadits ini merupakan kaidah yang agung dari kaidah-kaidah Islam." Beliau menambahkan lagi: "Hadits ini termasuk hadits yang sepatutnya dihafalkan dan digunakan dalam membatilkan seluruh kemungkaran dan seharusnya hadits ini disebarluaskan untuk diambil sebagai dalil." ( Syarah Shahih Muslim)
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqalani rahimahullah setelah membawakan hadits ini dalam syarahnya terhadap kitab Shahih Bukhari, beliau berkomentar :
"Hadits ini terhitung sebagai pokok dari pokok-pokok Islam dan satu kaidah dari kaidah-kaidah agama." (Fathul Bari)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah dalam kitabnya Jami`ul Ulum wal Hikam juga memuji kedudukan hadits ini, beliau berkata :
"Hadits ini merupakan pokok yang agung dari pokok-pokok Islam. Dia seperti timbangan bagi amalan-amalan dalam dzahirnya sebagaimana hadits: (amal itu tergantung pada niatnya) merupakan timbangan bagi amalan-amalan dalam batinnya. Maka setiap amalan yang tidak diniatkan untuk mendapatkan wajah Allah tidaklah bagi pelakunya mendapatkan pahala atas amalannya itu, demikian pula setiap amalan yang tidak ada padanya perintah dari Allah dan rasulnya maka amalan itu tidak diterima dari pelakunya. (Jami`ul Ulum wal Hikam, 1/176)
Agama(ISLAM) Ini telah Sempurna
Wallahu ta'ala a'lam.
Nabi kita yang mulia shallallahu 'alaihi wasallam bertutur dalam haditsnya yang agung :
"Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami yang hal tersebut bukan dari agama ini maka perkara itu ditolak."(HR.Bukhari Muslim)
Hadits yang dibawakan oleh istri beliau yang mulia Ummul Mukminin Aisyah radliallahu 'anha ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam shahihnya, pada kitab Ash Shulh, bab Idzaashthalahuu `ala shulhi jawrin fash shulhu marduud no. 2697 dan diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam shahihnya, pada kitab Al Aqdliyyah yang diberi judul bab oleh Imam Nawawi rahimahullah selaku pensyarah (yang memberi penjelasan) terhadap hadits-hadits dalam Shahih Muslim, bab Naqdlul ahkam al bathilah wa raddu muhdatsaati umuur, no. 1718. Imam Muslim rahimahullah juga membawakan lafaz yang lain dari hadits di atas, yaitu :
"Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak"
Hadits ini juga diriwayatkan oleh sebagian imam ahli hadits dalam kitab-kitab mereka. Dan kami mencukupkan takhrijnya pada shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
"Hadits ini merupakan kaidah yang agung dari kaidah-kaidah Islam." Beliau menambahkan lagi: "Hadits ini termasuk hadits yang sepatutnya dihafalkan dan digunakan dalam membatilkan seluruh kemungkaran dan seharusnya hadits ini disebarluaskan untuk diambil sebagai dalil." ( Syarah Shahih Muslim)
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqalani rahimahullah setelah membawakan hadits ini dalam syarahnya terhadap kitab Shahih Bukhari, beliau berkomentar :
"Hadits ini terhitung sebagai pokok dari pokok-pokok Islam dan satu kaidah dari kaidah-kaidah agama." (Fathul Bari)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah dalam kitabnya Jami`ul Ulum wal Hikam juga memuji kedudukan hadits ini, beliau berkata :
"Hadits ini merupakan pokok yang agung dari pokok-pokok Islam. Dia seperti timbangan bagi amalan-amalan dalam dzahirnya sebagaimana hadits: (amal itu tergantung pada niatnya) merupakan timbangan bagi amalan-amalan dalam batinnya. Maka setiap amalan yang tidak diniatkan untuk mendapatkan wajah Allah tidaklah bagi pelakunya mendapatkan pahala atas amalannya itu, demikian pula setiap amalan yang tidak ada padanya perintah dari Allah dan rasulnya maka amalan itu tidak diterima dari pelakunya. (Jami`ul Ulum wal Hikam, 1/176)
Agama(ISLAM) Ini telah Sempurna
Wallahu ta'ala a'lam.